Rangkaian huruf demi huruf merupakan cerminan isi kepala tiap manusia? Ya jelas sih, karena hewan dan tumbuhan mana bisa menulis kan? hehe. Eh, atau ada yang bisa dilatih?
Kalau manusianya bingung, apalagi hurufnya. Sudah jelas siapa yang menjadi pusat kendalinya?
“I don’t know how to deal with it. It sucks.”
Manusia suka takut merasa gagal. Kenapa ngga suka sama es krim aja? atau es cokelat? Eh, beda konteks ya. Ok, maafin dong kan becanda:(
Dua orang sahabat itu (Anna dan Gery) kembali berbincang tentang kebingungannya akan masa depan. Seperti biasa, di sebuah taman yang sebenarnya nggak taman-taman banget.
“Udah kelihatan belum?”, tanya Anna dengan wajah pucat.
“Apanya? Masa depan kamu? Ya belum lah An haha”, ia menjawab dengan santainya.
Persahabatan mereka memang selalu dihiasi dengan perdebatan-perdebatan yang menjengkelkan, terutama bagi Anna. Ia cukup kesal ketika menceritakan tentang masalahnya pada Gery. Tapi, sebenarnya ia paham kalau itu hanya keisengan Gery saja. Padahal pada setiap akhir diskusi, Gery selalu berhasil membuatnya menjadi lebih tenang dan cukup lega.
“Ger, tapi kali ini berbeda. Aku benar-benar takut nggak bisa apa-apa. Ini udah berbulan-bulan dan aku belum juga merasa tenang seutuhnya”, air matanya hampir menetes namun ia tahan karena kelewat gengsi. Walaupun sahabatnya udah melihat ekspresi wajah Anna dalam berbagai kondisi.
Gery merasa cukup atas keisengannya. Ia mulai serius menanggapi cerita kebingungan isi kepala Anna.
“Anna, lihat deh”. Gery menunjuk tangannya pada arah kabut yang sedang menghiasi sekeliling tempat mereka berbincang.
“Lihat apa sih? Gausah aneh-aneh deh”, Anna trauma karena Gery suka iseng menceritakan hal-hal berbau mistis ketika mengunjungi suatu tempat.
“Kalau engga bisa lihat, rasakan deh. Kamu ngga ngerasain sesuatu apa gitu emang?”, timpal Gery.
Anna hanya menundukkan kepala karena sudah mulai lelah dengan sahabatnya.
“Anna, ternyata nggak cuma aku yang mendengar ceritamu. Alam semesta juga ikutan! Ih, seru ya mereka selalu menjadi pendengar yang baik”.
Anna semakin bingung mendengar kalimat yang diucapkan Gery barusan.
“Ih kamu kok ga peka sih, An. Makanya, lain kali kita banyakin jalan-jalan melihat pemandangan alam aja. Bosen tau nge-mall mulu. Eh, balik ke topik lagi ya”.
Dalam satu tarikan nafas (eh dikeluarin lagi ya, nanti mati kalo cuma ditarik doang nafasnya), Gery berusaha mengutarakan maksud obrolannya walaupun sebenarnya ia cukup tidak pede dan takut dirasa menggurui sahabatnya.
“An, di sekeliling kita sedang kabut. Ia datang bersamaan dengan cerita tentang kebingunganmu akan masa depan. Kita sedang ditegur, An. Paham nggak maksudnya? Gini gini deh, duh gimana ya An ngomongnya. Aku kasih permisalan dulu aja, ya. Dulu, waktu jaman study tour acara sekolahku, kami menggunakan bus menuju makam Bapak Soeharto di Solo. Sepulangnya dari sana, tiba-tiba ada kabut tebal sehingga supir yang mengendarai bus kami kebingungan melintasi jalanan yang kanan-kiri penuh jurang. Anna tahu ngga apa yang dilakukan pengendara bus? Ia berusaha fokus melihat jalanan yang ada di sekitarnya yang sekiranya masih bisa ia jangkau. Ia melaju dengan hati-hati dan tetap fokus melewati jalan terdekat untuk memastikan tetap aman terlewati. Seandainya pengendara tersebut terlalu fokus untuk mencari jalan keluar yang tidak berjurang dan melupakan hal-hal yang dekat, kemungkinan bus kami tidak sadar saat sang roda melindas batu lantas kami terperosok dalam jurang. Hih serem An, ngga sanggup lah aku ngebayanginnya”.
Anna masih kebingungan dengan raut wajah datar penuh kepolosan “Maksudnya apa sih, Ger?”
“Jadi begini, An. Kadang tanpa disadari kita terlalu fokus pada hal-hal yang akan terjadi kedepan terutama dalam jangka waktu panjang yang berujung membuat kita merasa insecure atas apa yang terjadi saat ini. Kadang manusia suka merasa lupa An, untuk menjangkau hal-hal yang ada di depan mata. Kabut tadi seolah menegur kita, bahwa memandang sesuatu yang jauh dan belum tampak jelas hanya akan membuat kita melupakan hal-hal kecil yang ada di dekat kita. Memang ini tidak semudah apa yang aku katakan An. Tapi, menjalani dengan sungguh-sungguh apa yang ada di depan mata kita saat ini, itu perlu. Kalau kebanyakan takutnya akan hal-hal yang belum tentu kepastiannya, kapan kita bisa hidup tenang, An? Bukankah kamu sendiri paham, kalau kamu lah pengendali atas apa yang ada dalam dirimu. Kamu bisa kembalikan kontrol dalam dirimu lagi, An. Jangan biarkan ia terlepas dan dengan bebas mengontrol dirimu seperti layaknya manusia robot yang dikontrol oleh mesin. An, melewati fase ini memang nggak mudah. Gimana kalau dimulai dengan kita memesan cokelat hangat dan mulai menuliskan keinginan apa yang ingin kamu capai dalam waktu dekat ini? Masa depan ngga bisa diterka An, sampai kapan pun. Bahkan apa yang sudah kamu rasa akan berhasil, itu belum tentu. Terlalu banyak hal yang terjadi diluar kendali kita. Tugas kita sebagai manusia, ya mengendalikan apa yang seharusnya menjadi bagian diri kita. Kamu pasti paham ini, An”
Air mata Anna sudah mengucur deras. Sahabatnya itu memang paling paham soal menenangkan hati Anna. Ah, semoga persahabatan mereka bisa berlangsung lama untuk saling menguatkan dan saling menjadi lebih baik lagi.