Dunia (masih) Sama

Zee
2 min readJan 19, 2021

Belakangan ini, aku mengendus sebuah pola — yang tidak asing lagi kukenal.

Benar saja, pola itu sudah akrab mengikat ingatanku sejak dulu.

Pola yang begitu kuat energinya, terlalu keras mengguncangkan hati yang masih begitu rentan.

Belasan tahun aku berusaha menghapus pola itu dari ingatanku, namun ternyata, pola itu masih memiliki ruangnya sendiri, yang mereka bentuk sendiri — bagi seseorang yang memerankan polanya.

Aku pernah menjadi korban kegaduhan polanya, belasan tahun pula bekas pola yang mereka ciptakan masih melekat jauh di dalam dasar hatiku.

Pola itu masih hidup, ia berlarian mengikuti arah angin, mencari mangsa yang bisa dilahapnya.

Pola itu kecil wujudnya, namun besar imbasnya. Mereka yang menciptakan polanya mencari kawan untuk beramai-ramai melahap membentuk sebuah lingkaran lalu mengepung ; pengecut.

Saat pola itu kurasakan kembali getarannya, sesaat aku berpikir, memang dunia masih sama saja, ya.

Dampak buruk dari pola itu akrab dengan setiap manusia yang memiliki nurani, dan jauh dari mereka yang hatinya diliputi kabut. Bahkan istilah kabut saja masih terlalu indah untuk disematkan bagi pemeran pola yang menjijikkan itu.

Pagi ini, masih sama. Pola itu masih ada, semakin melebar, semakin kencang larinya, semakin besar ombaknya terbentuk.

Kali ini aku mencoba lebih gentar meniliknya. Bukan aku korbannya, namun sakitnya masih sama seperti dahulu aku baru mengenal manusia lain, selain seisi rumahku.

Tidak perlu diberi umpan, tiada pun, hati yang dipenuhi kabut itu akan selalu menciptakan polanya kemudian memakan setiap daging yang menjadi incarannya.

Begitu banyak korban berjatuhan, semakin membesar pula polanya, semakin dan semakin melebar beterbangan dengan kekuatannya yang semakin canggih.

Ada mereka yang takut menghadapinya, ada pula yang berdiri di atas pijakannya dengan lantang. Bagaimanapun penyikapannya, mereka tidak pernah ada keinginan membalas — hati lapang seperti ini, sulit.

Pola itu tidak mengenal siapapun korbannya. Semua dilahap dengan penuh kerakusan, pola itu mengenai manusia, baik yang menanggung dosanya sendiri, maupun dosa yang masih tidak ditanggungnya di atas pundaknya sendiri.

Mengerikan bukan?

Aku perkenalkan, siapa pola itu atau apa kata lain dari pola itu, agar kelak kita tidak menjadi lakon, dan untuk bersiap membuat pondasi yang begitu kokoh saat pola akan melahap masing-masing tubuh yang kecil.

Ia akrab dengan sebutan, bullying.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Zee
Zee

Written by Zee

I captured each moment through the art of writing

No responses yet

Write a response