Rumah

Zee
2 min readAug 22, 2021
Photo by Angelo Casto on Unsplash

Judul ‘Pulang’ sepertinya belum menetap di hati pemiliknya.

Setiap hari hanya diisi oleh pertanyaan-pertanyaan. Bangunnya langsung mengambil secarik kertas, menuangkan segala hal yang selalu menjadi tanya. Menemukan jawaban adalah hal yang mustahil, pikirnya.

Melamun sudah menjadi agenda hariannya yang tidak bisa sengaja dilewatkan. Satu pertanyaan berhasil dirampungkan dengan hati penuh getir dan jemari yang terus bergerak tidak mau tenang. “Bagaimana kalau racun yang ada di dalam tubuhku selama ini berasal dari tempatku mencari aman?” pikirnya.

Harapannya satu per satu terlepas bersama dengan harapan yang bukan dari dalam terus menimpa pundaknya. Kini tulangnya menampung beban yang semakin bertambah. Ia tahu betul, tulang itu pernah patah. Berkali-kali disambung tidak pernah pulih seperti semula. Menangis sudah bukan menjadi satu-satunya harapan. Ingin mencoba gertak, namun hatinya takut akan mengeras yang padahal sudah.

Suara-suara yang masuk melalui pori-pori dinding kamarnya kembali berbisik di sisi kanan dan kiri, “Dunia tidak butuh untuk dilawan, anak kecil punya kelayakan apa dengan pemikiran seperti itu?” Sudah ia bilang, menangis bukan lagi senjatanya, tapi mau hancur juga ia tidak akan pernah mau. Mengeras, mengeras, mengeras, mengeras, sekali lagi mengeras, dan masih akan terus mengeras.

Tulang itu bisa patah kembali jika hatinya terus mengeras. Apapun yang patah berkali-kali tidak akan bisa benar-benar sembuh, kecuali diganti semua ruhnya. Menjadi lupa adalah menjadi manusia menurutnya, tidak ada yang bisa menegur.

Semua yang ada di dalam rumahnya menjadi racun yang akan terus dibawa ke mana pun ia beranjak. Satu per satu sepinya akan mulai ramai kembali, semoga bukan hal buruk, harapnya. Hati kerasnya banyak mendapat penolakan, walaupun juga bukan penerimaan yang dibutuhkan. Tetapi, ia butuh untuk pulang, kembali pulang, merasa aman, kembali merasa aman, menetap, kembali tetap.

Sampai di pelupuk matanya juga masih terlihat racun-racun yang menjelma menjadi asap, terus mengepul sampai dadanya kesulitan bernapas.

Ia kembali pulang menuju rumahnya yang entah apa dengan harapan racun tidak akan membunuhnya, sekali lagi.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Zee
Zee

Written by Zee

I captured each moment through the art of writing

Responses (1)

Write a response