
“Mana bisa dilupakan, pasti hatimu akan kembali berbalik ke tempat kamu menemukan. Saya mundur saja.”
Empat tahun berlalu,
melewati ribuan musim penuh tanda tanya.
Saya kira itu hanya perkataan bagi manusia yang malas mengambil risiko.
Ternyata, saya salah besar.
Ucapan itu hadir memasuki rongga-rongga pikiran di hampir setiap malam menuju lelap.
Bukan waktu yang mudah untuk menuliskan bab Merelakan.
Saya kira kamu di sana, ternyata tidak, tidak pernah.
Serangkaian narasi dibuat sesingkat mungkin, selesai.
Tanpa aba-aba,
tanpa rasa malu,
padahal apa yang dimulai, juga tidak ada.
Semu.
Ruang yang dirawat bertahun-tahun,
ribuan cahaya menemaninya di setiap setapak lorong yang begitu gelap.
Kado yang berserak tanpa rasa malu,
pertanyaan liar yang dilontarkan tanpa keraguan,
hingga kode-kode yang beterbangan, tak pernah hinggap.
Kamu benar, sekali lagi.
Bahkan lebih dari dugaan penuh kewarasan.
Tidak akan pernah tertulis bab Tawa, kalau Selesai lebih dulu menempatkan laman kosong.
Laman-laman bersih masih banyak tersedia di episode berikut-berikutnya,
harapnya kian hatinya ikut tersisih.
Di tempat paling aman,
Isi kepala sendiri