Berbatas Akal

Zee
1 min readOct 13, 2021
Photo by Wolfgang Hasselmann on Unsplash

Saya kira cuma dinding yang bisa berbatas
ternyata kita, sebagai miniatur yang memiliki detak, juga ada batas akalnya
masih tertangkap jelas bayangan bertahun-tahun lalu lamanya
menetap sedemikian betahnya menyelimuti setiap rongga-rongga lamunan.

Agaknya burung-burung menertawakan rencana yang dibuat seolah penuh kepastian
memaksa lupa kalau jalan ceritanya bukan diri sendiri penulis utamanya
bimbang diri menyeret pada ruang gelap yang tak pernah ada mau menghuni.

Jumawa memang suka melibatkan perasaan-perasaan yang penuh kerapuhan
atau mungkin karena memang ditampar oleh kewarasan penuh tanda tanya
Tampaknya menertawakan diri sendiri adalah senjata paling mewaraskan
bahkan dinding kamar ikut menyorakkan hati yang berlagak ini
Menyisipkan angin berbisik lirih di antara kepedihan yang paling
mengira akan sampai pada peta yang sama, peta yang belum berhunian apalagi tertanda jelas.

Binar-binar bola mata yang mulai berubah wujudnya
meniupkan nyala api harapan yang mulai padam satu-persatu
berderai-derai mengalahkan miniaturnya sendiri,
kekalahan yang kembali digenggam lumat.

Setapak jalanan kosong terasa lengang
atau hanya bola mata yang tak tahu kemana arah tujunya
Sampai kita bertemu lagi di sudut-sudut jalanan yang tak pernah ada dalam peta,

khayalan memang mematikan akal yang penuh batasnya, bisikan lirih tepat di ujung daun telinga memberi kabar bersama bingkisan tanda tanya berikutnya.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Zee
Zee

Written by Zee

I captured each moment through the art of writing

No responses yet

Write a response