Belum Usai

Zee
3 min readNov 29, 2019

Ingin menceritakan titik temu dalam lingkaran ini.
Lingkaran yang akhirnya menjadi bagian dalam diri saya.

Usai liburan semester 5, balik lebih cepat ke perantauan menjadi sebuah pilihan atau mungkin lebih tepatnya tuntutan? tidak perlu dijawab.
Memori otak merekam, hanya ada beberapa kepala saat itu (semoga kalian ingat).
Berpikir bagaimana cara memulai, cara menjalankan, apalagi cara merayakan.
Mencari segelintir orang untuk diajak ‘nyemplung’ dalam lingkaran ini.

Berbagai penolakan sudah biasa bagi kami.
Menguatkan argumen menjadi senjata kami.
Keluar-Masuk terjadi pergantian manusia.
Sampai dinyatakan tetap, ternyata masih mengalami siklus yang demikian.
Namanya juga hidup; yang saat itu terpikirkan.

Menetap, lalu mulai bergerak lebih cepat.
Mengeras, sebelum akhirnya menjadi lembek seperti bubur sumsum.

Panggung telah digelar.
Para lakon memainkan perannya masing-masing.
Bukan drama, bukan pula tragedi.

Tapi, dimanapun akan selalu sulit memahami jutaan isi kepala.
Sulit buat diterka, apalagi sampai menjadi duga.

Hari pertama, kedua, ketiga dan awalan hari lainnya masih penuh canda tawa.
Tapi, siklus hidup tidak adil rasanya kalau diisi hanya dengan suara tawa candaan.

Manusia-manusia ini berangkat dengan kerendahan hati; “Tapi, aku nggak tau apa-apa”.

Mencoba memahami apa itu memanusiakan manusia.
Mencoba memahami bagaimana proses dalam hidup bekerja.
Terus berusaha dan mau belajar menjadi pilihan dalam dirinya.

Mereka paham, masalah akan semakin pelik. Dimana pun. Kapan pun.
Memberi jeda pada diri dalam ruang ini membuat mereka semakin memikirkan.

Tidak apa, tenang saja. Dicoba dulu yuk bareng-bareng.
Kalimat yang berkali-kali diucapkan dengan gemetar tubuh.
Berperang dengan isi kepala sendiri memang tidak pernah mengenakkan.
Membuat tidur tidak tenang, makan menjadi tidak nafsu.
Memahami bahwa itu adalah sebuah proses masih terlalu berat, namun tetap mencoba.

Sampai tiba saatnya, para lakon semakin menyeruak ingin memberi versi terbaiknya.
Dihadapkan dengan begitu banyaknya isi hati dan kepala yang beruntun dan beragam.

Pro-Kontra; dalam hidup pasti akan selalu hadir fase ini.

Mencoba meyakini raga sendiri kalau masih sanggup berjalan.
Mencoba meyakini jiwa sendiri kalau masih sanggup bertahan.
Mencoba, mencoba, mencoba.
Banyak error nya ya? tidak apa-apa.

Energi berubah menjadi elegi.
Lunak kembali menjadi keras.

Takut
Takut kalau pada akhirnya mengecewakan diri sendiri yang sedari awal ingin memegang komitmen.
Takut kalau pada akhirnya dibunuh oleh ekspektasi sendiri.
Takut kalau pada akhirnya akan menjadi sampah-sampah baru.
Takut kalau pada akhirnya tidak membentuk apapun.
Takut kalau pada akhirnya lupa menikmati proses.
Takut kalau pada akhirnya satu-persatu gugur meninggalkan.

HAHHHHHHHHHH (bukan penjual keong)

Mengapa menjadi cupu terasa sangat mudah?
Mengapa menjadi lemah terasa begitu ringan?

Lagi-lagi.
Energi sudah habis. Habis sudah energi. Tersisa elegi.

Pilihannya tersisa 2; Bertahan atau Usai

Tidak apa dinilai bermacam-macam.
Semoga menjadikan raga lebih kuat lagi.
Tidak apa, tidak apa, tidak apa; satu-satunya senjata yang tersisa.

Krucil-krucil;
Menaruh harap.
Menjadi alasan bertahan.
Terlalu menggemaskan untuk diabaikan.
Terlalu jahat untuk disudahi.

Para lakon dibalik layar terlalu banyak.
Nasihat, Ajaran, Kritik, dll.
Terlalu beragam dan semoga mampu melahirkan hal-hal baik.
Surabaya sudah terlalu terik untuk masalah yang semakin pelik.

Selamat Datang B-21

Suara petasan duarrr duarrr terdengar jelas di telinga.
Tersungkur setelah menahan sedih yang terlalu panjang.
Biarlah ucapan syukur yang tetap menggelora.
Biarlah tawa bahagia yang terhias dan semoga selalu melekat.
Panggungmu belum usai.
Petualangan baru akan dimulai.
Masih jauh kuda harus melaju.
Patah tak apa, maju jangan dilupakan.
Sedih tak apa, bangun jangan diabaikan.
Jadilah kuda yang bisa berpacu dengan baik dan kuat.
Terima kasih untuk setiap proses yang dilalui.
Maaf untuk segala kekurangan yang tidak sempat terobati.
Selamat, selamat, dan selamat.

Terjaga setelah sesaat terdengar suara;
“Terimakasih sudah memperjuangkan”
“Terimakasih sudah meluangkan waktu”
Kalimat yang hadir di waktu yang tepat, diucapkan dari seseorang yang tidak disangka-sangka.

Teruntuk para lakon,
Terima kasih dengan menghadirkan ribuan maaf atas segala kecacatan.
Untuk segala hal baik yang belum bisa menjadi lebih baik, semoga bisa sama-sama lapang menerima.

Ketika paham, jadilah yang mau memahami.

Tertanda,
-yang gagal sempro semester ini-
Tidak apa-apa, semester depan siap untuk dibantai. Ameen.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Zee
Zee

Written by Zee

I captured each moment through the art of writing

No responses yet

Write a response