Risau yang ditutupi oleh ketenangan.
Amarah menjadi lembut bagai awan.
Tapi, petang ini tampaknya bulan sedang kelelahan.
Terdengar suara gemuruh bersahutan.
Risau dan amarah hampir gagal menjadi semburat.
Beruntung, langit menurunkan deru air mata begitu deras.
Hingga suara kekacauan makhluk bumi nyaris tidak terdengar.
Bersembunyi memang selalu menjadi pilihan ternyaman.
Sesaat setelah berjalan, kemudian hilang petunjuk arah.
tak tahu harus kemana. . .
Langit pun memilih untuk berhenti.
Begitu pula dengan makhluk bumi,
Yang dihadirkan oleh begitu banyak pilihan.
Namun, persoalan rasa harusnya tidak menjadi bagian pilihan.
Ketika tahu akan ada banyak tangkai yang disemai.
Maka, mematahkan sendiri tangkainya akan terasa lebih mudah.
Ini persoalan patah, ada proses pulih. ketika membiarkan patahnya, mana bisa kembali utuh?
. . .
-di malam ingin menangis tapi tertahan-