Pertengahan Tahun dan Perkara-perkara yang (belum) Selesai

Zee
2 min readJun 6, 2024

Sejak pandemi Covid-19, hari-hari (rasanya) berjalan lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya. Entah apa yang telah terjadi semenjak ia (sempat) terperangkap dalam penjara ego kekacauan. Tahun 2019 sudah berlalu hampir 5 tahun, berkenaan dengan perayaan kematian ego-ego yang sudah lama mengakar di dalam tubuh ringkih. Batang tubuh itu kembali menemukan asal akar ia bertumbuh setelah sekian lamanya terombang-ambing pada perkara-perkara fana. Kemudian berita kematian menyusul silih berganti beriringan dengan suara bising sirine ambulans. Lalu, angin membantunya menggugurkan daun-daun mengering yang sudah tidak layak diajaknya bertumbuh.

Tubuh ringkih itu menemukan kembali tempat ia berpulang setelah menjelajahi berbagai terpaan realita di hadapannya. Ia kembali menyalakan prinsip-prinsip yang lama dikuburnya dalam ruang gelap. Meski begitu, sekelilingnya tidak banyak berubah melainkan cara ia menyalakan api semangat yang perlahan menuntunnya ke tempat-tempat lebih bijaksana. Goresan-goresan luka sudah terlalu lama membuat batinnya tertinggal jauh dari keyakinan akan kemustahilan. Kali ini ia berhasil membuktikan pada tubuhnya sendiri bahwa apa-apa yang ringkih bisa perlahan menjelma kekuatan, itu juga kalau ia mau beranjak ke sana. Betapa seharusnya ia punya keyakinan kalau akar itu diramu dan dirawat dalam segala kondisi agar pelan-pelan beralih menjadi sesuatu yang lebih besar.

Sejenak ia memikirkan pergeseran masa ke lain masa membentuk satu tren baru, besoknya muncul lagi, begitu seterusnya sampai prinsip-prinsip individual perlahan memudar. Pandangan akan hidup yang welas asih terkikis oleh kerakusan untuk meraup segala sesuatunya berlebihan. Naungan-naungan yang dulunya familiar kini terasa asing dan mulai meninggalkan akarnya sendiri. Muncul satu pertanyaan naif dalam benak, bagaimana mungkin sesuatu akan hidup dan bertumbuh dengan baik kalau akar saja ia tak punya? Tidak ada yang bisa menjawab menggunakan akalnya karena perlahan bergeser diganti mesin pencarian.

Tidak ada perkara kemirisan di sini (ia menunjuk dadanya), karena ternyata ketegaan pertama mengantarkannya pada kebengisan-kebengisan berikutnya. Topeng-topeng berjatuhan menelanjangi wajahnya sendiri ditemani jutaan detik yang terbuang sia-sia. Terlalu banyak perkara-perkara individual yang menyebar secara kolektif, imbuhnya.

Seorang Ibu kehilangan mawas diri, seorang Bapak kehilangan perannya, anak-anak menari-nari di kubangan beracun sembari menertawakan nasibnya. Sorot matanya tampak jelas berbohong, hati nuraninya tertutup dengan cekokan makanan buaian manis penuh dusta. Tidak lama berselang, semilir angin menerbangkan secarik kertas membawa mantra-mantra berisikan miliaran harapan penuh kepalsuan. Kebebasan memberinya secercah jalan keluar menuju perangkap mematikan berikutnya.

Ia bernama pengecut yang (sengaja) bersembunyi di bilik yang menurutnya aman, padahal belum tentu. Oh, betapa kebodohan hanya akan membuatnya terperosok pada ruang gelap yang bising ocehan-ocehan tak berguna. Langkahnya terhenti di persimpangan jurang, dimuntahkannya segala isi perutnya, kemudian berbelok ke arah matahari menutrisi akarnya.

Tapi, perihal pemberhentian berikutnya masih akan menjadi perkara-perkara yang (belum) hampir selesai.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Zee
Zee

Written by Zee

I captured each moment through the art of writing

No responses yet

Write a response